Pengertian Shodaqoh untuk Mayit
Shodaqoh untuk mayit adalah suatu istilah yang disebut juga oleh orang jawa “selametan’, yaitu dengan cara menghidangkan makanan dan minuman dengan niat bersedekah yang lazimnya dikaitkan dengan pembacaan tahlil setelah wafatnya seseorang.
Pengertian Bertahlil/Tahlilan
Bertahlil atau dalam bahasa Iawa disebut tahlilan, pada hakekatnya adalah pembacaan kalimat thayyibah, tasbih, tahmid, istighfar, sebagian ayat-ayat Al-Qur'an dan shalawat Nabi yang kemudian diakhiri dengan do’a/permohonan ke hadirat Allah SWT. agar semua amalan/bacaan kita tersebut diterima di
sisiNya, kemudian Allah berkenan melimpahkan pahala dari amalan-amalan tersebut kepada mayit yang kita tahlilkan.
sisiNya, kemudian Allah berkenan melimpahkan pahala dari amalan-amalan tersebut kepada mayit yang kita tahlilkan.
Bermanfaatkah Pahala Sedekah atau Tahlil/ Do'a bagi Si Mayit?
Jika ada orang bertanya : Mungkinkah sedekah dan bacaan tahlil/do’a itu bermanfaat untuk mayit? padahal Allah telah berfirman :
br&ur }§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9 wÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ
Artinya:
“Dan bahwasanya manusia tidak akan mendapatkan pahala melainkan dari usaha yang telah dikerjakan”. (QS. An-Najm : 39)
Kalau sudah jelas demikian masalahnya, mengapa kita masih juga bersedekah atau bertahlil untuk orang yang mati? toh ... hanya sia-sia amalan kita tersebut?
Maka untuk menjawab pertanyaan itu, mari bersama-sama kita kaji keterangan di bawah ini, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, al-Hadits atau fatwa ulama.
a. Firman Allah SWT.
Artinya :
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata : “Hai Tuhan kami, beri ampulah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami”. (QS. Al-Hasyr : 10)
b. Firman Allah SWT.
Artinya :
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad : 19
c. Firman Allah SWT.
Artinya :
“Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan”. (QS. Nuh : 28)
Ketiga ayat di atas, jelas menunjukkan bahwa do'a dan istighfar dari seorang yang masih hidup dapat berguna untuk orang yang telah mati dari kalangan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.
d. Hadits Nabi SAW.
عن عائشة رضي الله عنها قالت أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : إن أمي أقتتلت نفسها وأراها لو تكلمت تصدقت، فهل لها من أجر إن تصدقت عنها؟ قال : نعم. [متفق عليه]
Artinya :
“Dari A’isyah ra. bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW. bahwasanya ibuku telah mati secara mendadak, dan saya mengira andaikan dia sempai berbicara (sebelum mati) pasti dia bersedekah. Adakah dia memperoleh pahala andaikan saya bcrsedekah untuknya? Jawab beliau : ya”. (Muttafaq Alaih)
e. Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’roni memberikan keterangan dalam kitabnya Mizan Kubra :
واتفقوا على أن الاستغفار للميت والدعاء له والصدقة والعتق والحج عنه ينفعه. فهذا ما وجدته من مسائل الاجتماع واتفاق الأئمة الأربعة. اهـ [الميزان الكبرى 1/218]
Artinya:
“Dan teluh sepakat para ulama bahwa bacaan istighfar dan do’a untuk mayit, sedekah, memerdekakan budak, menghajikannya, semua dapat bermanfaat untuknya. Demikianlah yang saya temukan di antara masalah-masalah hukum yang telah disepakati oleh para imam madzhab yang empat”.
Dalil seperti di atas itulah yang dijadikan rujukan/referensi oleh kaum Ahlussunnah wal Jamaah untuk keyakinan mereka bahwa menghadiahkan paha bacaan Al-Qur’an, dzikir, shalawat, atau sedekah itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Dan semua hal tersebut sudah barang tentu atas izin Allah SWT.
Adapun ketentuan hukum yang ada pada ayat 39 An-Najm tersebut adalah berlaku bagi umat Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Sedangkan bagi umat Muhammad, mereka bisa mendapat pahala dari amalnya sendiri dan bisa juga mendapat pahala dari amal orang lain. Hal ini sesuai dengan bunyi ayat sebelumnya :
Artinya :
“Apakah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm : 36-39)
Pemahaman yang demikian ini sesuai dengan keterangan dalam kitab tafsir Khozin juz IV hal. 268 :
كان ذلك لقوم إبراهيم وموسى، فأما هذه الأمة فلهم ما سعوا وما سعى لهم غيرهم. اهـ [تفسير خازن 6/268]
Artinya :
“Adapun yang demikian itu adalah bagi kaum Ibrahim dan kaum Musa. Sedangkan untuk umat ini (umat Muhammad SAW), maka mereka dapat memperoleh pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari amal kebajikan orang lain”.
Ada juga penafsiran versi lain mengenai ayat 39 surat an-Najm tadi, yaitu menurut as-Syaikh Ibnul Qoyyim al-Jauziyah yang dikutip dan diterjemahkan oleh al-Mukarrom KH. Muhyiddin Abd. Shomad dalam bukunya Hujjah NU hal 85, sebagai berikut :
“Jawaban yang baik tentang ayat ini, bahwa menusia dengan amalnya sendiri dan juga karena pergaulannya sendiri dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta menyintai sesama. Maka semua teman, keturunannya dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri”.
Berdasarkan keterangan yang akurat dari beberapa dalil syar’i di atas, warga kita pasti bisa menjawab pertanyaan dari si penanya dengan jawaban tegas bahwa :
1. Menghadiahkan pahala amal kebaikan kepada ahli kubur yang sama-sama muslim, baik ada hubungan kekerabatan atau tidak antara yang menghadiahkan dengan si mayit yang di hadiahi, itu menurut doktrin Ahlussunnah wal Jamaah bisa sampai pada mayit tadi;
2. Ukhuwwah Islamiyah itu tidak terputus karena kematian. Oleh karenanya menolong ahli kubur dengan do’a yang diwujudkan dalam bentuk tahlilan dan sebagainya itu akan manfaat bagi mereka.
0 komentar:
Posting Komentar