KH Maioen Zubair

Jika matahari terbit dari timur, maka mataharinya para santri ini terbit dari Sarang. Pribadi yang santun, jumawa serta rendah hati ini lahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian..

AMALIYAH NU

Amalan-amalan orang-orang umum seperti pujian, walimatul hamli, ulang tahun semua ada keterangan dan dasarnya disini

SANTRI SARANG BLOGGER

BLOGGER SANTRI SARANG

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Aliran-aliran

Perpecahan pemeluk agama menimbulkan adanya....

Kamis, 23 Juni 2011

PANDANGAN ULAMA MUTA’AKHKHIRIN TENTANG SYI'AH

Yang di maksud ulama’ muta’akhkhirin, ulama belakangan, yaitu ulama yang lahir dan berkecimpung dalam dunia keislaman, sesudah periode para Imam Madzhab, yaitu sekitar abad X Hijri. Mereka itu disebut muta’akhkhirin ( belakang), karena dasar-dasar ilmu, seperti Qawaid Nahwiyyah dan Sharfiyyah, Ushul Tafsir, Ushul Hadits dll, sudah mapan, bahkan pendapat-pendapat tentang berbagai masalah sosial yang berkaitan dengan ahkam sudah dibicarakan, sehingga hampir-hampir tidak ada lagi Qawaid yang perlu dibuat dan pendapat yang baru yang diketengahkan. Maka ulama mutaakhkhirin ini boleh dikatakan sekedar mentarjih (meneliti kembali mana yang pas dengan nash al-Qur’an dan Sunnah dan mana mana yang kurang pas) dan mengembangkan.

           Kendatipun demikian, ulama mutaakhkhirin ini juga mempunyai pandangan yang berbobot, tidak kalah bobotnya dengan ulama salaf atau ulama mutaqaddimin.
           Khusus tentang Syi’ah ini, ulama mutaakhkhirin juga mengadakan penilaian dengan argumentasinya sendiriyang akurat dan kuat.

           Berikut ini kami nukilkan beberapa pendapat mereka :

           Imam al-Alusi. Nama lengkapnya: Abul Fadhl, Syihabuddin, as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, wafat tahun 1270 H. Beliau menilai Syi’ah adalah kafir, karena jelas telah mencacimaki sahabat Nabi SAW.
           Kalaupun kaum Syi’ah itu mengaku sebagai pengikut ahlul bait, namun pegakuannya itu tidak bisa diterima. Kata al-Alusi:
كلا بل أتباع الشياطين , وأهل البيت بريئون منهم
           Sekali-kali mereka bukan pengikut ahlil bait, tetepi pengikut syetan, sementara ahlul baitsendiri berlepas diri dari mereka.
           Al-Alusi adalah pengarang Tafsir Ruhul Ma’ani, beliau juga mengarang beberapa buku khusus menyanggah Syi’ah, antara lain berjudul Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyariyah, Sa,adatut Darain Fi Syarhi HaditsitsTsaqalain yang semula berbahasa Persi karangan Syaikh A.aziz ad-Dahlawi, diarabkan oleh Syukri untuk al-Alusi, dan Shabbul ‘Adzab ‘ala Man Shabbal Ash-hab,( Curahan adzab untuk orang yang mencacimaki Shahabat).
DR. Musthafa as-Siba'i. Beliau pernah bergaul dangan orang-orang Syi’ah beberapa tahun, dan salah seorang pelopor untuk mengadakan taqrieb (pendekatan) antara Sunny dan Syi'i. Namun, akhirnya beliau mengetahui hakekat Syi’ah dengan tersingkap kedoknya., maka akhirnya beliau mengatakan sbb.
فلا يزال القوم مصرين على ما في كتبهم من ذلك الطعن الجارح والتصوير المكذوب لما كان بين الصحابة من خلاف , كان المقصود من دعوة التقريب هو تقريب أهل السنة إلى مذهب الشيعة , لا تقريب المذهبين بعضها من بعض.
Kaum (kelompok Syi’ah) ini ternyata tetap memegangi apa yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, antara lain berupa cacian yang keji dan gambaran yang dusta terhadap perselisihan yang terjadi antara para shahabat. Sementara tujuan mereka mengadakan taqrieb adalah taqriebu ahli sunnah ila madzhabisy Syi’ah (mendekatkan golongan ahli sunnah ke faham syi’ah), bukan pendekatan antara dua aliran tersebut satu sama lain.

Selanjutnya beliau juga  mengatakan:

ويكاد المسلم يقف مذهولا من هذه الجرأة البالغة على رسول الله لولا أن يعلم أن هؤلاء الرافضة أكثرهم من الفرس الذين تستروا بالتشيع لينقضوا عري الإسلام أو ممن أسلموا ولم يستطيعوا أن يتخلوا عن كل آثار ديانتهم القديمة , فانتقلوا إلى الإسلام بعقلية وثنية لا يهمها أن تكذب على صاحب الرسالة ( السنة ومكانتها في التشريع ص 59 )   
Hampir saja kaum muslimin dibuat bingung oleh kelancangan yang keterlaluan terhadap diri Rasulullah SAW, seandainya kaum muslimin tidak tahu, bahwa golongan Rafidhah itu kebenyakan adalah berasal dari Persi yang menyamar dengan tasyayyu’ (mengaku kebenaran dakwaan Syi’ah) dengan tujuan untuk melepas buhul islam atau (melepasnya) dari orang-orang islam, sementara mereka tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh Agama mereka yang lama. Lalu mereka pindah kepada Islam dengan pemikiran animisme dengan tidak ambil pusing berdusta atas nama shahibur risalah ( Nabi Muhammad SAW ).
Muhammad Kazhim Habib mengatakan dalam bukunya ar-Riddah bainal Amsi wal Yauma, terbitan tahun 1977, tentang Syi’ah Imamiyah Ja’fariyah sbb:
وهؤلاء يسبحون في الكفر كما تسبح كريات الدم البيضاء في الدم أو كما يسبح السمك في الماء .
Mereka itu berenang dalam kekufuran, bagaikan gelembung darah putih yang mengapung dalam darah, atau seperti ikan berenang dalam air.

Rasyid Ridha, pengarang Tafsir al-Manar bersama Syekh Muhammad Abduh, telah membuka kedok Syi’ah dan sekutu-sekutunya setelah berjuang mati-matian untuk mengadakan taqrieb antara Ahli Sunnah dan Syi’ah. Namun, akhirnya beliau dikagetkan dengan cacian mereka terhadap aqidah ahli sunnah serta mengkafirkan golongan ahli sunnah. Akhirnya Rasyid Ridha menentang mereka yang dituangkan dalam risalah beliau yang populer dengan sebutan “ As-Sunnah wasy-Syi’ah ”. Dalam bukunya itu dibongkar semua aqidah Syi’ah yang sesat itu. Karenanya, bohong orang yang mengatakan, bahwa Rasyid Ridha adalah orang Syi'i atau paling tidak, mengakui kebenaran Syi’ah.
Muhammad Nashiruddin Albani, seorang peneliti hadits secara tegas mengkafirkan pemimpin Ja’fariyyah, dengan alasan, bahwa sang pemimpin dengan terang-terangan telah menyindir Nabi SAW, (bahwa Nabi gagal), menganggap bahwa al-Qur’an (wahyu) turun kepada Fathimah selama 75 hari, dua shahabat besar Abu Bakar dan Umar dinilai sebagai kafir dan menetapkan do’a (kutukan) kepada dua berhala Quraisy, yaitu Abu Bakar dan Umar.
Demikian, sebagaimana dikutip dari majalah al- Muslimin London, No. 137 Sabtu , 26 Muharram 1408 H.

PENILAIAN PARA ULAMA’ SALAF TENTANG SYI’AH IMAMIYYAH

Setelah mengikuti alur pemikiran dan aqidah syi’ah Imamiyyah seperti tersebut di atas, maka para ulama’ salaf, Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad bin Hambal serta ulama’-ulama’ yang lain, juga ulama’ mutaakhirin berkesimpulan, bahwa syi’ah Imamiyyah adalah Dhalalah Mudhillah, sesat dan menyesatkan, yang segenap kaum muslimin perlu diperingatkan agar tidak terkecoh oleh propaganda-propaganda mereka yang manis, yang kadang-kadang kalau tidak ada penelitian yang cermat, akan cukup menggiurkan.

Berikut ini kami nukilkan beberapa penilaian para ulama’ itu, yang kami kutip dari kitab “Aqoid Syi’ah fil Mizan” oleh DR. Muhammad Kamil al-Hasyimi.
Imam Syafi'i mengatakan:

مارايت قوما اشهد بالزور من الرافضة

                                                     منهاج السنة 1/ 37 دار العروبة تحقيق د / محمد رشاد سالم
Saya belum pernah melihat satu pun kaum yang paling berani bersaksi dusta , selain  Rafidhoh.
Dalam riwayat lain, beliau juga mengatakan:

مارايت اشهد على الله  بالزور من الرافضة

Saya belum pernah melihat orang yang paling berani bersaksi dusta atas nama Allah, selain  Rafidhoh.
Imam Malik ketika ditanya pendapatnya tentang Syi’ah , beliau mengatakan:
لاتكلمهم ولا ترد عنهم فإنهم يكذبون
                                                                       منهاج السنة 1/ 37
Jangan kamu mengajak berbicara mereka, tetapi jangan kamu acuh terhadap mereka, karena mereka itu pendusta.
Diriwayatkan, bahwa dimajlis Imam Malik pernah disebut-sebut tentang Rafidhoh yang mencaci maki para shahabat, lalu beliau membaca ayat:
(محمد رسول الله والذين معه اشداء على الكفار)  إلى قوله: (ليغيط بهم الكفار)...... الاية. فقال: من اغتاظ عند ذكرهم فقد اصابته تلك الاية .
تفسير القرطبي – سورة الفتح ويقصد الإمام مالك رحمه الله بالإستشهاد بهذه الأية ان هؤلاء الذين يبغضون الصحابة ويغيظهم الصحابة هم اهل الكفر البواح - وقد سبق شرحه.
“ Muhammad adalah utusan Allah, sedang orang-orang yang bersamanya (para Shahabat) adalah orang-orang yang tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”……..mereka itu tak ubahnya tanaman yang tunasnya susul-menyusul…….”karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan keadaan mereka itu”………Karena itu: siapa yang merasa jengkel dengan disebutnya para shahabat itu, berarti dia terkena ayat ini, (maksudnya: orang-orang Syi’ah yang mencaci maki dan membenci shahabat itu adalah jelas kufur). Tafsir al-Qurtubi.
Imam Abu Hanifah berulang kali mengatakan:        
من شك فى كفرهم فقد كفر ......
Siapa yang ragu-ragu akan kekufuran mereka (Syi’ah), berarti dia sendiri tergolong kafir.
Syarik, seorang qodhi Kufah yang semasa dengan Imam Tsauri dan Abu Hanifah mengatakan:
أحمل العلم عن كل من لقيت إلا الرافضة, فإنهم يضعون الحديث ويتخذونه دينا.
                                                                                           منهاج السنة 1/ 28
Saya akan mengambil ilmu dari setiap orang-orang yang saya temui, kecuali Rafidhoh, karena mereka itu telah memalsu hadist dan menjadikannya sebagai agama.
Kata al-A’masy:
ادركت الناس وما يسمونهم إلا الكذابين, ولهذا اتفق الأئمة رحمهم الله كاالشافعى وابي حنيفة على رد شهادة الِشيعة وعدم قبولها لأنهم من الكذابين.
                                                                                           منهاج السنة 1/ 28
Saya mendapatkan manusia yang tidak dinamakannya melainkan sebagai pendusta. Karena itu para imam – rahimahumulloh – seperti Syafi'i dan Abu Hanifah sepakat menolak kesaksian syi’ah dan tidak mau menerimanya, karena  mereka termasuk pendusta-pendusta.
Ibnu taimiyyah berkata:
ورد شهادة من عرف بالكذب متفق عليه بين العلماء, وتنازعوا فى شهادة سائر اهل الأهواء, هل تقبل مطلقا؟ او ترد مطلقا؟ او شهادة اهل الداعية إلى البدع؟ وهذا القول الثالث هو الغالب على اهل الحديث, لا يروى الراوية عن الداعية إلى البدع ولا يقبل شهادته, ولهذا لم يكن فى كتبهم الأمهات كالصحاح والسنن والمساند الراوية عن المشهورين بالدعاء إلى البدع, وإن كان فيها الراويةعمن فيه نوع من بدعة كالخوارج والشيعة والمرجعة والقدرية .
                                                                                           منهاج السنة 1/ 40
Para ahli fiqh (fuqoha’) sepakat menolak kesaksian orang yang sudah dikenal pendusta, tetapi mereka masih berbeda pendapat tentang kesaksian semua ahli Ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu) apakah kesaksiannya  itu mutlak diterima ataukah  mutlak ditolak? Atau apakah kesaksian orang-orang yang yang mengajak kepada bid’ah itu juga harus ditolak? pendapat ketiga inilah yang berkembang dikalangan ahli hadits, yaitu mereka tidak mau meriwayatkan riwayat yang berasal dari orang yang mengajak kepada bid’ah dan mereka pun tidak mau menerima kesaksiannya. Karena itu dalam kitab-kitab induk mereka seperti kitab-kitab shohih (as-Shohih) as-Sunan dan Masanid tidak pernah dijumpai ada riwayat dari orang-orang yang sudah dikenal sebagai mengajak kepada bid’ah-bid’ah, kendati ada juga disitu riwayat dari orang yang dapat dikategorikan sebagai bid’ah seperti Khawarij, Syiah, Murjiah dan Qodariyyah.
Abdullah bin al-Mubarak mengatakan:                                     
   الدين لأهل الحديث والكلام لأهل الرأي والكذب للرافضة.
المنتقى من منهاج الإعتدال صـ 480 للذهبي.
Agama itu bagi ahli hadits, kalam dan kelah itu bagi ahli rakyi sedang dusta itu bagi Rafidhoh.
Abu Zar’ah mengatakan:
إذا رأيت الرجل ينتقص احدا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فاعلم انه زنديق, وذلك ان الرسول حق, وما جاء به حق, وإنما ادى إلينا ذلك كله الصحاية, وهؤلاء الزنادقة يريدون ان يجرحوا شهودنا ليبطلوا الكتاب والسنة فالجرح بهم أولى.
                                                                                   رسالة رب العالمين صـ 12
Apabila anda mengetahui ada seorang yang mencela salah seorang diantara para shahabat Nabi SAW, maka ketahuilah sesungguhnya dia itu adalah Zindiq (munafiq), sebab sesungguhnya rasul adalah benar, dan apa yang yang dibawanya adalah benar. Sedang yang membawanya itu semua kepada kita hanyalah para shahabat, sementara kaum zindiq ini memang bermaksud hendak menjelek-jelekkan kesaksian kita, guna membatalkan al-Qur’an dan as-sunnah. Karenanya, celaan  untuk mereka itu lebih pantas.
Al-Qodhi Abu Ya’la mengtakan:
        
الذى عليه الفقهاء فيمن سب الصحابة ان كان مستحلا لذلك كفر, وإن لم يكن مستحلا فسق ولم يكفر.
                                                                       الصارم المسلول لإبن تيمية صــ. 569
Yang telah menjadi pendirian para ahli fiqh (fuqoha’) tentang orang yang mencaci maki para shahabat, yaitu jika dia itu memgganggapnya yang demikian itu halal, maka berarti kufur, dan jika dia tidak menganggapnya halal , maka berarti fasiq, tidak sampai kufur.
Imam Thahawi pengarang Syarah Thahawiyah mengatakan:
ونحن نحب اصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا نفرط فى حب أحد منهم ولا نتبرأ من أحد منهم ونبغض من يبغضهم وبغير الخير يذكرهم ولا نذكرهم إلا بخير وحبهم دين وإيمان وإحسان , وبغضهم كفر ونفاق وطغيان ( شرح الطحاوية ص 528 للطحاوي ). 
Kami mencintai para shohabat Rasulullah SAW. Tidak seorang pun yang kami sia-siakan dalam hal mencintai mereka itu. Kami juga tidak menyatakan berlepas diri dari seorang pun di antara mereka. Bahkan kami akan membenci siapa saja yang membenci mereka dan menyebut mereka dengan cara yang tidak benar. Dan kami tidak akan menyebut mereka itu kecuali dengan benar. Sebab, mencintai mereka itu termasuk agama, iman dan ihsan. Sementara membenci mereka adalah kufur, nifaq dan zhalim.
           Ibnu Hazm al-Zhahiri menyangkal para uskup yang menghujatnya,” bahwa Syi’ah telah menetapkan Qur’an yang ada ini sudah berubah (muharraf)”, dengan mengatakan sbb:
بأن دعوى الشيعة ليست حجة على القرآن ولا على المسلمين لأن الشيعة غير المسلمين.
           Anggapan Syi’ah seperti itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menjatuhkan al-Qur’an dan kaum muslimin, karena Syi’ah itu Ghairul muslimin (bukan Islam).

POKOK-POKOK KEPERCAYAAN SYIAH IMAMIYYAH

       Seperti tersebut dalam buku-buku rujukan syi’ah Imamiyyah, yang juga Rafidhoh, al-Itsna Asy’ariyyah dan Ja’fariyyah, al-kafi lil kulaini, al-Ihtijaj lil Tibrisi, al-Istibahar lil Thusi, al-Amali lil Ibni Babawaih al Qummi, Kasyful Ghummah lil Ardubaili, Fashlul khithab fi Istbati Tahrifi kitabi Rabbil Arbab lil Tibrisi, Tafsir al-Ayyasy dll, maka dapatlah disimpulkan, bahwa pokok-pokok ajaran/kepercayaan Syi’ah al-Imamiyyah itu adalah sbb:
1. Semua khulafaur Rosyidin, selain Ali, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman adalah kafir.
2. semua shahabat yang turut berbai’at kepada Abu Bakar adalah kafir.
3. Ummahatul mukminin, utamanya ‘Aisyah dan Hafshah adalah kafir.
4. Abu Bakar dan ‘Umar di sebut Shanam Quraisy, juga Thaghut, sedang ‘Aisyah dan Hafshoh adalah Jibt (berhala), semuanya perlu dikutuk. Dan siapa yang mengutuk beliau-beliau itu dijamin masuk surga.
5. Imam-imam mereka adalah ma’shum, dan berhak menentukan siapa-siapa ahli surga.
6. Imam-imam mereka itu tahu perkara Ghaib.
7. Sebelum terjadinya kiamat kubra, akan didahului dengan kiamat shughra, bersama dengan datangnya al-Qoim, imam ke dua belas yang kini dikatakan sembunyi di terowongan (sirdab), dan akan dibang-kitkan tiga orang, ‘Aisyah, Abu Bakar dan ‘Umar untuk diadili.
8. Al-Qur’an yang ada ditangan kaum muslimin sekarang ini, ada kekurangannya yang dilakukan oleh Utsman, antara lain surat al-Wilayah disebut juga surat Wasiah untuk Ali. Sementara Al-Qur’an yang komplit adalah 17.000 ayat, sedang Al-Qur’an yang berada ditangan kita  sekarang ini hanya 6263 ayat, Al-Qur’an tersebut disebut Mush-haf Fathimah, yang kini masih berada di tangan Imam kedua belas (al Qoim).
9. Abu Luklu’ah  si pembunuh Umar, adalah seorang pahlawan, dia adalah sahid yang dijamin masuk surga.
10.  Taqiyah, yaitu menyembunyikan apa yang menjadi keyakinan mereka sebenarnya,  dan ini merupakan keharusan  bagi pengikut syi’ah.
11.  Bara’ah, yaitu kesediaan untuk menyatakan bebas dan berlepas diri dari khulafaur Rosyidin (Abu Bakar, Umar dan Utsman) demi kesempurnaan iman kepada Allah dan Rasulullah SAW, yakni: siapa yang tidak mau menyatakan anti abu Bakar, Umar dan Ustman dinilai sebagai kafir.
12.  Raj’ah, artinya kembali, yaitu bahwa imam  yang kedua belas (Muhammad bin Hasan al-Askari) disebut juga al- Qoim, tidak mati, dan kini masih sembunyi. Pada satu saat dia akan kembali untuk memimpin dunia ini. Imam inilah yang oleh Khumaini dinilai sebagai paling sukses memperbaiki dunia, sementara nabi Muhammad SAW sendiri dan nabi-nabi sebelumnya tidak sukses.

Macam-macam Syi'ah

      Syiah, yang kini hangat dibicarakan ditanah air kita, karena aqidahnya dan perilakunya yang kontroversial dengan apa yang biasa berlaku di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah atau kaum sunni itu, ternyata keberadaannya sudah cukup lama, sekitar abad II Hijriyyah, sebelum para ulama’ salaf, semisal Imam Abu hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad bin Hambal.

Firqoh syiah itu ternyata cukup banyak, yang paling populer ialah Zaidiyyah dan Rafidhah.
Zaidiyyah, yaitu aliran (firqoh) yang dipimpin oleh zaid bin Ali  bin husein bin Ali r.a.m. atas permintaan penduduk Kufah. Firqoh ini tidak ada sesuatu yang terlalu ganjil dengan faham ahlussunnah, kecuali masalah kekhilafahan Abu Bakar dan Umar rodhiyallahu ‘anhuma dalam kaitannya dengan ‘Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu.  Bahwa Ali lebih afdhol ketimbang Abu Bakar dan Umar, tanpa menyangkal keabsahannya.
Rafidhoh, berasal dari kata rofadho, yang artinya menolak atau meninggalkan. Asal muasal firqoh ini, ialah karena ada sekelompok dari ahlu Kufah pengikut Zaidiyyah yang mengatakan seolah-olah Imam Zaid mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah lalim dan telah berbuat kekejaman terhadap Ali r.a. karenanya, mereka akan selalu dibelakang Imam Zaid. Mendengar itu Imam Zaid menyangkal, katanya: “bahwa aku sama sekali tidak berkata begitu terhadap Abu Bakar dan Umar, bahkan aku menilainya beliau-beliau itu adalah orang-orang baik. Dan itu pula yang ku dengar sendiri dari ayahku (Ali bin Husein), bahkan beliau-beliau itu pernah menjadi pembantu datukku”.
Setelah sekelompok orang ini mendengar pernyataan seperti itu, lalu menyendiri dan memisahkan dari Imam Zaid. melihat gejala seperti itu, maka Imam Zaid mengatakan kepada mereka: “Rafadhutumuni” (kalian telah meninggalkan aku). Sejak itulah populer kelompok tersebut dikenal dengan nama “Rafidhoh”, artinya: golongan yang meninggalkan, atau yang menolak ucapan Imam Zaid.
Firqah rafidhah ini disamping menolak kekhilafahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, juga menetapkan bahwa, yang berhak menjadi khalifah (imam) sesudah Rasulullah SAW, adalah ‘Ali bin Abi Tholib. Para imam itu dianggapnya ma’shum, tidak pernah bersalah dan tidak mungkin salah. Karenan itu, firqoh ini juga dikenal dengan nama Imamiyyah, karena teori keimamahannya itu. Juga dikenal dengan nama al-Itsna ‘Asy’ariyyah dua belas. Karena imam-imam yang ma’shum yang berhak menjadi imam-imam manusia adalah dua belas, yaitu: 1. Ali. 2. Hasan. 3. Husein. 4. Ali bin Husein (Zainal Abidin). 5. Muhammad bin Ali (al-Baqir) 6. Ja’far bin Muhammad (Ja’far as-Shodiq).  7. Musa bin Ja’far. 8. Ali bin Musa (ar-Ridho) 9. Muhammad bin Ali (at-Taqiy). 10. Ali bin Muhammad 11. Hasan bin Ali al-Askari 12. Muhammad bin Hasan al-Askari.
Firqoh ini, dalam dunia kefiqihan mengikuti aliran Ja’far as-Shadiq. Karena itu sering pula menamakan dirinya Ja’fariyyah.
Jadi Rafidhoh, Imamiyyah, al-Itsna ‘Asy’ariyyah adalah satu macam.

Rabu, 22 Juni 2011

Kekufuran dan kesesatan Syi’ah Bag 3


Khomeini menghina Nabi Muhammad SAW.

Dalam kitab “limadza Kaffara Ulama al-Muslimin al-Khomeini” Imam wajih al-Madini menukil pidato Khomeini yang disampaikan pada tanggal 15 Sya’ban 1400 H. dan disiarkan oleh berbagai radio Iran. “sesungguhnya kelahiran Imam Mahdi adalah hari raya terbesar bagi umat Islam. Dan terbilang lebih besar dari kelahiran Nabi Muhammad.” 69)

Dari sinilah bermunculan fatwa dari para ulama Islam tentang kekufuran Khomeini. Dan dia (Khomeini) juga telah mengatakan, “semua Nabi telah datang untuk mendasarkan keadilan di dunia. Namun semua gagal hingga Nabi Muhammad pamungkasnya nabi, dan yang akan sukses meratakan keadilan di muka bumi adalah Imam mahdi al-Muntadlor. 70)

al-Khomeini dan wilayatu al-Faqihnya.


Khomeini dengan ajaran “wilayat faqihnya” (disaat Imam ghoib, maka kekuasaan umat dipegang oleh faqih yang adil) telah mempertuhankan diri. Karena dialah yang mencetuskan hukum, membuat Syari’at, sebagai tempat kembalinya semua permasalahan ummat (padahal segala sesuatu haruslah dengan putusan al-Qur’an dan Hadits), merasa lebih tinggi dari Nabi / Rasul (karena sebagai pengganti Imam yang ghaib), namanya dimasukkan pada adzan dalam (Allahu akbar, Komeini rohbar…,ini dibaca setiap adzan dan disegala tempat baik di Masjidil Haram) menyifati dirinya sebagai Ibrahim dan Musanya zaman ini, berhak memecat / mengangkat / membunuh atau memberi anugrah siapapun yang dikehendakinya, kekuasaanya diatas semua umat hingga presiden dan para fuqoha’ harus tunduk padanya karena dialah yang mengangkat / memecatnya…inilah diantara kesesatan-kesesatan Khomeini.71)



69) . limadza Kaffara Ulama al-Muslimin al-Khomeini: 15.
70) . Ibid: 14.
71) . Ibid: 55-66.

Kekufuran dan kesesatan Syi’ah Bag 2

Penghinaan pada Sahabat Rasulullah SAW.

Kemuliaan martabat Sahabat Rasulullah SAW bukan hanya diakui baginda Nabi sendiri, tetapi Allah SWT dalam kitab suci al-Qur’an telah menegaskan:

والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي اللـه عنهم ورضوا عنه وأعد لـهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم

Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-selamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Taubah: 100).
Sabda Baginda Nabi Muhammad SAW 63):
اللـه اللـه في أصحابي ، لا تتخذوهم غرضا بعدي فمن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم ومن آذاهم فقد آذاني ومن آذاني فقد آذى اللـه ومن آذى اللـه فيوشك أن يأخذه.
Maka dari itu siapapun yang mengecam atau membenci sahabat, dia menjadi kafir, karena jelas-jelas telah mengingkari hukum Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:64)
) ومن لم يحكم بما أنزل اللـه فأولئك هم الكافرون (
Artinya: “ Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Ma’idah: 44).
Namun Syi’ah dengan segala kekufurannya telah terang-terangan menghina para Sahabat Rasulullah SAW, diantara perkataan mereka adalah:
1.     al-Kasyi, gembong Syi’ah, meriwayatkan sebuah hadits yang diterima dari Abu Ja’far: “Seluruh Sahabat Rasul, sepeninggal Rasulullah SAW menjadi kafir kecuali tiga orang. Kemudian aku (al-Kasyi) bertanya kepada Abu Ja’far, “siapa saja mereka?”, jawab Ja’far, “Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.”65)
2.     Ibnu Babaweh al-Qummi, seorang militan Syi’ah, pernah mengatakan kebohongan mengenai Umar: “ketika menjelang ajal, Umar berkata, “aku bertaubat dan memohon ampun kepada Allah dari tiga hal, yaitu: persekongkolanku dengan Abu Bakar dalam merebut kekholifahan dari yang berhak, menyerahkan kekholifahan kepada kaum Muslimin, dan mengutamakan kelompok muslimin dari muslimin lainnya.”66)
3.     al-Qummi juga telah menafsiri ayat 52 surat al-Hajj yang berarti: “dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi dan seorang reformer , melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setanpun memasukkan godaan-godaan tersebut keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu…”
Kata “dan seorang reformer” merupakan tambahan al-Qummi al-mal’un, dan menurutnya, penafsiran ayat tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dengan setan adalah Abu Bakar dan Umar. Kemudian Allah menghapus campur tangan setan tersebut dengan kehadiran Ali setelah Abu Bakar dan Umar.67)
4.     at-Thabrasi, meriwayatkan bahwa Nabi menjelang wafat berwasiat kepada Sayyidina Ali: “wahai Ali ! setelah aku wafat, seluruh istriku menjadi hakmu.” Ketika mendengar ucapan itu Aisyah menangis, sehingga hadirin mendengar tangisnya itu. 68)


63) . Syarh Aqidah at-Thohawiyyah: 551.
64) . Ibid: 545, as-Syaroful Mu-abbad: 218.
65) . Rijalul Kasyi: 12-13.
66) . Kitabul Khishal: 81.
67) . Tafsir al-Qummi: II/86.
68) . at-Thobrosi, al-Ihtijaj: 82.

Kekufuran dan kesesatan Syi’ah Bag 1

Perubahan al-Qur’an

Siapapun yang mengatakan bahwa al-Qur’an telah berubah, maka dia berarti telah menentang kesaksian Allah SWT dalam al-Qur’an:

إنا نحن نزلنا الذكر وإنا لـه لحافظون

Artinya: “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan benar-benar memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 09).

     Namun, Syi’ah dengan ajaran sesatnya telah mengatakan bahwa al-Qur’an telah dirubah oleh para Sahabat. Dan, Khomeini dalam kitabnya “Tahrirul Wasilah” mengatakan: “mush-haf yang ada pada orang-orang (selain Syi’ah) telah berubah, ditambah dan dikurangi.”49) diriwayatkan oleh al-Jazairi, bahwa ulama Syi’ah telah sepakat dengan “keshohihan” dan “kemutawatiran” hadits-hadits yang secara terang-terangan menyatakan adanya perubahan dalam al-Qur’an. 50)
Kamaluddin al-Bahrani dalam “Nahjul Balaghoh” menyebutkan tuduhan-tuduhan Syi’ah terhadap Utsman ra yang mengatakan membaca al-Qur’an dengan Qiro’at (bacaan) Zaid bin Tsabit. Kemudian Utsman membakar mushaf , dan membatalkan (menyatakan salah) isi al-Qur’an yang benar-benar diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. 51)
Seorang tokoh Syi’ah Ni’matullah al-Jazairi dalam kitabnya al-Anwar menyatakan bahwa; “banyak riwayat-riwayat dan hadits-hadits yang mengatakan bahwa bentuk asli al-Qur’an sebagaimana waktu diturunkan tidak ada yang menghimpun kecuali Amirul Mu’minin (Ali).” 52) Suatu hadits masyhur dikalangan Syi’ah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini dan Jabir al-Ju’fi, ia mendengar Abu Ja’far berkata, “orang-orang yang mendakwakan dirinya sebagai penghimpun al-Qur’an dengan aslinya, adalah bohong. Sebab, tidak ada orang lain yang menghimpun al-Qur’an dengan aslinya kecuali Ali dan para Imam sesudahnya.” 53)
Seorang mufassir Syi’ah benama al-Kasyi mengatakan, “kesimpulan dari seluruh riwayat dan hadits yang dikatakan oleh Ahlul bait mengatakan bahwa al-Qur’an yang ada ditangan kita seluruhnya sesuai dengan al-Qur’an ketika diturunkan kepada Muhammad SAW. Bahkan didalamnya terdapat ayat yang bertentangan dengan ayat yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Ada juga yang telah dirubah atau dihapus, dan banyak pula ayat-ayat yang dibuang. Lain dari itu semua, susunan ayatnya tidaklah sebagaimana susunan yang diridloi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.” 54)
Itulah diantara penyataan-pernyataan sesat Syi’ah dalam masalah al-Qur’an yang jelas-jelas bertentangan dengan kebenaran janji Allah SWT dalam Surat al-Hijr ayat 9. maka dari itu, untuk meredam bahaya Syi’ah yang hendak meruntuhkan ajaran Islam, perlu dicamkan bahwa, “siapa saja yang merendahkan al-Qur’an, mencacinya, mendustakannya, mengingkarinya, ataupun mendustakan sebagian hukum yang telah disebutkannya, atau menetapkan apa saja yang telah dinafikannya, baik hal itu dilakukan secara sengaja atau atas keragu-raguan, maka dia adalah KAFIR,” sesuai dengan kesepakatan para ulama Ahlissunnah. 55) Allah SWT dalam Kitab-Nya telah berfirman:
) لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه تنزيل من حكيم حميد(
Artinya: “Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebathilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Fush-shilat; 42).
Disamping Syi’ah meyakini bahwa al-Qur’an yang ada ditangan umat telah dirubah oleh para Sahabat, mereka (Syi’ah) justru telah merubah ayat-ayat al-Qur’an. Diantaranya adalah:
1). ) ولقد عهدنا إلى آدم من قبل "كلمات في محمد وعلي وفاطمة والحسن والحسين والأئمة من ذريته" فنسي.56) 56)
Aslinya:
) ولقد عهدنا إلى آدم من قبل فنسي ...( (طه:115)
2). ) وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا "في علي" فأتوا بسورة من مثلـه ( 57) 57)
Aslinya:
) وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثلـه ( (البقرة: 23).
3). ) ولو أنهم فعلوا ما يوعظون به "في علي" وكان خيرا لـهم 58) 58)
Aslinya:
-   ) ولو أنهم فعلوا ما يوعظون به وكان خيرا لـهم ( (النساء : 66).
4). ) كبر على المشركين "بولاية علي" ما تدعوهم إليه( 59) 59)
Aslinya:
-   ) كبر على المشركين ما تدعوهم إليه ( (الشورى: 13)
5). ) فلنذيقن الذين كفروا "بتركهم ولاية أمير المؤمنين" عذابا شديدا ( 60) 60)
Aslinya:
-   ) فلنذيقن الذين كفروا عذابا شديدا ( (فصلت: 27).
6). هذا خصمان اختصموا في ربهم فالذين كفروا "بولاية علي" قطعت لـهم ثياب من نار ( 61) 61)
Aslinya:
) هذا خصمان اختصموا في ربهم فالذين كفروا قطعت لـهم ثياب من نار( (الحج: 19).
7). ) وقل الحق من ربكم "في ولاية علي" فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر ( 62) 62)
Aslinya:
) وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر ( (الكهف؛ 29).


49) . Tahrirul Washilah: I/152.
50) . Fashlul Hithob: 30.
51) . Syarh Nahjul Balghog: XI/1.
52) . al-Anwar an-Nu’maniyyah.
53) . al-Kafi, kitabul Hujjah:I/228.
54) . Tafsir as-Showi, Muqoddimah: VI.
55) . Aqi-idu as-Syi’ah fil Mizan: 57.
56) . Ushulul Kafi, Kitabul Hujjah: I/484.
57) . Ibid.
58) . Ibid: 485.
59) . Ibid: 486.
60) . Ibid: 489.
61) . Ibid: 490.
62) . Ibid: 493.

Masuknya filsafat.

     Diantara sebab-sebab timbulnya berbagai aliran bid’ah adalah masuknya filsafat Yunani. Banyak kitab-kitab Yunani dan berbagai aqidah watsaniyyah yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab pada zaman khalifah al-Ma’mun. akhirnya, tidak sedikit umat Islam yang mengkaji dan menelaahnya, sehingga tersesat dan terperdaya dengan methode pembahasannya, sampai dijadikan standar untuk mengukur “hakikat-hakikat syar’I”. Dan kandungan-kandungan al-Qur’an dan Hadits dita’wilnya sesuai dengan methode filsafat Yunani tersebut. Akibatnya, kerancuan dan kerusakan aqidah semakin banyak dan ‘melebar’.
Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa manakala kitab-kitab falsafat Yunani diterjemahkan kedalam bahasa Arab, dan para Ahlulkalam mengambil serta mengolahnya untuk mengkaji sifat-sifat ilahiyyah yang menjadikan sesatnya mereka, maka ummat Islam akhirnya pecah menjadi berbagai golongan. Sebagian ada yang menerimanya, sebagian ada yang mengagungkannya dan ada lagi yang menggunakan untuk menimbang dan menghakimi dasar-dasar dan aqidah mereka semula al-Qur’an dan Hadits.
Maka jikalau dasar mereka sesuai dengan filsafat Yunani tersebut mereka terima, sedang yang bertentangan mereka tolak. Sebab itulah timbul kerusakan besar. Tidak sedikit hadits dan wahyu Allah yang digeser oleh mereka. Baik digugurkan maupun diartikan sesuai dengan pemikiran mereka yang telah teracuni oleh filsafat.47)
Imam as-Syihristani juga telah menyatakan bahwa para tokoh Mu’tazilah dengan methode pikir para filosof. Seperti Abu Hudzail ‘Allaf, seorang gembong besar Mu’tazilah menyocoki para filosof bahwa Allah SWT mengetahui dengan ilmu-Nya dan ilmu-Nya adalah dzat-Nya. Demikian pula mentaqdirkan dengan qudrah-Nya dan qudrah-Nya adalah dzat-Nya, serta menciptakan kalam.
Setelah itu kemudian diteruskan oleh Ibrahim bin Sayyar an-Nadham pada masa kekhalifahan al—Mu’tashim. An-Nadham malah lebih keterlaluan menetapkan faham falasifah dan lepas dari madzhab salaf dengan menciptakan pemikiran bid’ah tentang qodar. Dan itupun diteruskan oleh para pengikutnya. 48)
Dari keterangan ringkas ini, nampaklah betapa jauhnya para tokoh Mu’tazilah telah terjerumus dan terpengaruh dengan filsafat yang justru menjauhkan dari ajaran-ajaran sunnah Rosulullah SAW.
Dan belum lama ini juga ada seorang doktor alumni Timur tengah jurusan filsafat yang sering nongol dalam acara-acara kaum Syi’ah untuk dimanfaatkan pemikiran-pemikirannya yang terpengaruh dengan pemikiran filsafat, sehingga menafsiri sebuah ayat dari surat al-Hajj yang berbunyi :
) وليعلم الذين أوتوا العلم أنه الحق من ربك فيؤمن به فتخبت لـه قلوبهم وإن اللـه لـهاد الذين آمنوا إلى صراط مستقيم (
Artinya; “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur’an itulah hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya. Dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”. (QS. Al-Hajj; 54).
Bahwa ayat tersebut adalah sebagai dalil kebenaran ilmu filsafat / logika manthiq. Sehingga untuk mengimani segala sesuatu yang datang dari Kitab maupun sunnah harus dipertimbangkan dengan rasio. Jika cocok maka bisa diterima dan hati jadi mantap serta yakin. Tetapi kalau tidak, maka perlu diragukan kebenarannya, seperti hadits “sataftariqu Ummati” yang tidak rasionalis menurut anggapannya.
Pernyataan tersebut jelas salah dan sama dengan perilaku ahli bid’ah yang telah termakan filsafat, sebagaimana keterangan diatas. Dan penafsiran tersebut adalah suatu tindakan lancang dan sekehendaknya sediri, tanpa berpedoman pada sabda Rasulullah SAW maupun aqwal para Sahabat, Tabi’in dan Ulama’ Salaf. Karena penafsiran sebenarnya adalah :
- أي وليعلم الذين أوتوا العلم النافع الذين يفرقون به بين الحق والباطل والمؤمنون باللـه ورسولـه أن ما أوحينا إليك والحق من ربك الذي أنزلـه بعلمه وحفظه وحرصه أن يختلط به غيره. (تفسير ابن كثير؛ جـ:3/ صـ:230).
- (وليعلم الذين أوتوا العلم) أي التوحيد والقرآن والتصديق بنسخ اللـه ما يشاء (تفسير الخازن؛ جـ:3/ صـ:295).
-(وليعلم الذين أوتوا العلم ) باللـه وبدينه وبالآية . (هامش تفسير الخازن؛ جـ:3/ صـ:295).
Jadi yang dimaksudkan denga al-‘ilmu dalam ayat ini adalah ilmu pemahaman al-Qur’an yang mencakup ilmu taukhid, ke-ma’shum-an Nabi Muhammad SAW dan ilmu nasikh mansukh dan para Sahabatnya dikatakan bodoh?, sebab, tidak pernah menggunakannya sama sekali, baik untuk hal-hal biasa maupun untuk menetapkan aqidah. Dan mau dikemanakan ayat Allah SWT?:
) اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا (
Artinya; “pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan telah kuridloi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Mai’idah: 03).
Apakah ayat Allah ini harus ditolak? Dita’wil yang ‘macam-macam’ sesuai selera yang kotor?, dimana kesempurnaan Islam yang telah ditetapkan Allah bila ilmu kalam, mantiq dan filsafat tidak berlaku dizaman Nabi dan para Sahabatnya?, siapa yang berani menyatakan bahwa Nabi dan para Sahabat tidak termasuk Ahlil ‘Ilmi atau lemah keyakinannya karena tidak memiliki secuilpun dari pengetahuan tersebut?, dan siapa lagi yang berani mengatakan bahwa Allah SWT tidak adil karena memberikan filsafat pada orang-orang kafir sehingga mereka kuat keyakinannya dan tidak mewahyukannya pada Nabi-Nya sehingga tidak mengolah dalil yang rasionalis, sistematis dan methodologis?.
Itulah seuatu bentuk rentetan kerusakan pikiran jika filsafat, ilmu kalam dan mantiq di ‘dewa-dewakan’ sehingga mengesampingkan kitab Allah dan Sunnah Rasulillah SAW serta jama’ah Sahabatnya.


47) . Bayanu Talbisil Jahmiyyah:I/324.
48) . al-Milal: I/29-30.

Rasio dijadikan hakim dan dalil Syar’i.


       Sebab sesatnya ahli bid’ah adalah karena terlalu memanjakan akal. Segalanya diukur dengan akalnya, jika cocok maka diterima, tetapi jika tidak maka terpaksa harus dibuang. Sehingga banyak hadits-hadits Rasulullah SAW yang ditolak atau dilemahkan rawi-rawinya karena tidak sesuai dengan pertimbangan rasio mereka.
Imam as-Syathibi telah menelaah tentang methode yang ditempuh oleh para ahli bid’ah untuk merumuskan satu dalil. Diantaranya adalah; mereka menolak beberapa hadits yang tidak cocok dengan keinginan dan madzhab mereka. dalam penilaiannya, hadits tersebut tidak rasionalis dan bertentangan dengan dalil-dalil rasio (logika ahlil kalam/ mantiq). Maka sebab itu hadits tersebut tidak bisa diterima. Diantara yang melakukan hal ini adalah orang-orang yang mengingkari siksa kubur. Imam Syathibi kemudian menyebutkan berbagai hadits yang mereka tentang, dan katanya, “Dan beberapa hadits lainnya yang shahih yang telah dinukil oleh orang-orang yang adil”.
Dan mereka (ahli bid’ah) sering mencela para Sahabat, Tabi’in serta para aimmah yang telah dinyatakan “keadilan” dan ke-imama-annya oleh para ahlul hadits, dengan sifat-sifat tercela yang sangat tidak mungkin dilakukan mereka.40)
Jika kita meninjau biografi para tokoh Mu’tazilah, maka hal itu akan kita temukan dengan jelas dalam ucapan-ucapan mereka. Imam Khatib al-Baghdadi telah menceritakan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Amr Ibnu ‘Ubaid. Manakala hadits Rasulullah SAW disebutkan dihadapan- nya dia berkata, “jika aku mendengar dari A’masy mengatakan hal itu pasti aku dustakan. Jika aku mendengarnya dari Zaid bin Wahab pasti tidak aku jawab. Jika aku mendengar Abdullah bin Mas’ud mengatakan hal itu pasti tidak akan aku terima. Jika aku mendengar Rasulullah mengatakan hal itu pasti aku tolak. Dan jika aku mendengar Allah SWT mengatakan hal itu pasti aku katakan pada-Nya tidak demikian caranya engkau mengambil janji pada kami.”41)
Ibnu Quthaibah juga menyebutkan bahwa an-Nadhom juga melakukan hal itu, yakni mendustakan hadits Rasulullah SAW. Dan Ibnu Quthaibah telah menjawab dan menentangnya.42) Kemudian diakhir penolakannya Ibnu Quthaibah mengatakan, “an-Nadhom” telah memiliki banyak penta’wilan berbagai hadits yang menurutnya bertentangan dengan al-Qur’an, dan memiliki berberapa hadits Nabi yang dinilai cacat menurut dalil akal. Menurutnya, hujjah aqliy terkadang mampu menggugurkan (naskh) beberapa khabar dan hadits-hadits yang saling bertentangan.”43) Sementara, akal manusia sebenarnya bertingkat-tingkat dan berbeda. Antara akal manusia yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Sehingga terkadang yang dibenarkan oleh akal seseorang malah disalahkan oleh akal lainnya.
Dan begitu seterusnya, selamanya akal manusia tak akan pernah bersatu. Maka, hal yang bagaimanakah yang digunakan sebagai pemutus dan pertimbangan untuk menemukan hakikat-hakikat Syar’I? Lantas apa faedah wahyu diturunkan bila akal telah mampu mengetahui segala yang wajib dan mustahil pada Allah SWT? Wahyu dalam madzhab mereka hanyalah sebagai penganut akal saja. Sebab, nantinya ia akan dikoreksi oleh akal, sehingga bisa ditolak atau dita’wil jika bertentangan dengannya.
Disinilah letak utama perbedaan Ahlussunnah dengan ahlul bid’ah. Jika ahlul bid’ah menjadikan akal sebagai asas agamanya, maka Ahlussunnah dasar utamanya adalah ittiba’ pada dalil-dalil syar’I, dan akal hanya mengikuti dalil syar’i. Sebab, bila akal sebagai dasar agama, maka manusia sudah tidak membutuhkan lagi wahyu dan Nabi. Dan gugur atau batallah segala perintah dan larangan Allah, serta semua berita dari Allah dan Rasul-Nya akan diruntuhkan jika bertentangan dengan akal. Disamping itu, orang akan mengatakan segala sesuatu dengan sekehendaknya sendiri.
Seandainya agama memang berdasarkan rasio, tentunya seorang berhak untuk tidak menerima sesuatu yang mestinya diimani (karena mungkin sulit dirasionalkan). Dan hal itu pasti akan ‘menolak’ dan menggugurkan sebagian besar khabar dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab jika kita telaah lebih jauh, sebagian besar darinya sulit ditemukan hakikatnya oleh akal. Seperti masalah adzab kubur, pertanyaan Munkar-Nakir, telaga Rasulullah SAW, mizan, shirath, sifat-sifat surga, sifat-sifat neraka, dan lain sebagainya, khusunya sifat-sifat Allah SWT dan ayat-ayat mutasyabihat yang semestinya harus diimani tanpa menta’wil dan meyakini tasybih dan ta’thil.44) Karena, jika ta’wil dibesar-besarkan, tentu perselisihan antara umat Islam akan semakin tajam dan cenderung saling mengkafirkan. Maka, yang paling aman adalah mengikuti methode Imam Ahmnad  bin Hambal dan para ulama ahli hadits. Yakni segala yang datang dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW haruslah diimani apa adanya (tanpa “mentasybihkan” maupun “menta’thilkan”). Seperti Allah SWT mempunyai “yadain” haruslah diimani demikian tanpa membayangkan tangan seperti makhluk (tasybih) atau meyakini tidak punya tangan (ta’thil) dan juga tidak menta’wil dengan kekuasaan maupun ni’mat. Sebab, menurut penjelasan Imam Asy’ari (yang dalam pengakuan beliau adalah mengikuti methode Imam Ahmad).45)
Ta’wil-ta’wil tersebut mengandung kelemahan. Contoh lagi adalah istiwa’-Nya Allah SWT. Ini tidak usah dita’wil menguasai arasy. Karena jika diartikan demikian, lalu apakah Allah tidak menguasai langit, bumi, rumput dan sebagainya? Dan apakah boleh dikatakan bahwa “Allah istawa ‘alal Husyusy (berkuasa atas wc-wc)?”.46)
Maka sebab itu, jika memang mengikuti Imam Asy’ari kita harus meyakini sebagaimana yang dikatakan Imam Asy’ari dalan “Ibanah”-nya, tahqiq Dr. Fauqiyyah, hal; 21.
" إن اللـه تعالى استوى على العرش على الوجه الذي قالـه وبالمعنى الذي أراده، استواء منزها عن المماسة والاستقرار والتمكن والحلول والانتقال لا يحملـه العرش بل العرش وحملته محمولون بلطف قدرته ومقهورون في قبضته وهو فوق العرش وفوق كل شيء إلى تخوم الثرى فوقية لا تزيده قربا إلى العرش والسماء بل هو رفيع الدرجات عن العرش كما أنه رفيع الدرجات عن الثرى وهو مع ذلك قريب من كل موجود وهو أقرب إلى العبد من حبل الوريد وهو على كل شيء شهيد".
Arti ringkasnya: “Bahwasanya Allah SWT telah menempati ‘Arsy-Nya sebagaimana firman-Nya dan dengan arti yang ia maksudkan, dengan penempatan yang suci dari persentuha, duduk secara mantap atau terjadinya perpindahan dan perubahan pada diri Allah SWT. Dan bahwa Ia diatas ‘Arsy-Nya dan diatas segala makhluq-Nya tanpa berarti Ia lebih dekat jaraknya dengan ‘Arsy, langit-langit-Nya atau jauh dari bumi, bahkan ia sangat luhur derajat-Nya diatas segala makhluq-Nya dan Maha Dekat dari hamba-hamba-Nya.”


40) . al-I’tishom: I/309.
41) . Tarikh Baghdad: XII/172.
42) . Ta’wil Mukhtalaf Hadits: 26-29.
43) . Ibid: 42-43.
44) . al-Hujjah fi Bayanil Mahjah: I/320.
45) . Muqoddimah dan akhir al-Ibanah Tarikh Baghdad: 153.
46) . al-Ibanah fi mas’alatil Istiwa’.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More